Selasa, 02 Oktober 2012

Kasus Century: Kekacauan Bank

Oleh: Alin Tamanna Rahmani

Kasus Bank Century mulai menghangat kembali dengan dipicu oleh terkuaknya testimoni Antasari Azhar, mantan Ketua KPK. Dulunya, saya tidak terlalu mengikuti perkembangan kasus yang fenomenal ini, dan sampai sekarang pun saya kurang begitu memahami kasus ini secara keseluruhan. Yah namanya juga mahasiswa, belum tahu tapi belagak tahu haha. Yang saya ingat, sewaktu dosen saya menyinggung sedikit mengenai kasus Century ini adalah Menteri Keuangan mengizinkan bail out atau bahasa gampangnya memberikan sejumlah dana talangan untuk Bank Century melalui Bank Indonesia. Nah, apa maksudnya dana talangan? Coba deh googling bail out. Jadi begini, kalau menurut pengetahuan saya yang terbatas, bank umum dalam hal ini Bank Century pada saat itu berada dalam kondisi kekacauan, yang mungkin berakibat kebangkrutan sehingga Century tidak mampu mengembalikan simpanan yang ingin diambil oleh nasabahnya. Nah, Bank Indonesia sebagai bank sentral yang memegang fungsi moneter yaitu mengendalikan jumlah uang beredar dan mengawasi bank-bank umum, setelah mengendus adanya kekacauan ini, akhirnya menjalankan perannya sebagai the lender of the last resort dengan cara mengucurkan uang tunai untuk mengembalikan simpanan nasabah Bank Century yang hendak menarik simpanannya. Sesimpel itukah? Tentu tidak. Pertanyaan pertama yang harus kita ketahui terlebih dahulu, kenapa Bank century mengalami kekacauan/kebangkrutan tersebut? Menurut ilmu makro ekonomi, bank umum sebagai lembaga keuangan dalam sistem perbankan memiliki fungsi, antara lain sebagai tempat nasabah menyimpan uang tunai dalam bentuk deposito/surat-surat berharga, serta sebagai pemberi pinjaman (kredit) kepada masyarakat. Ketika nasabah menyimpan uang tunainya di bank, maka bank akan mencatat uang tersebut sebagai simpanan, dan juga sebagai cadangan dan pinjaman. Bingung? Begini, misalnya nasabah A menyimpan $100 maka jumlah $100 tersebut merupakan hak bagi nasabah yang bisa diambil seluruhnya dan merupakan kewajiban (sisi kredit) bagi bank untuk mengembalikannya. Sedangkan di sisi debet pihak bank mencatat simpanan sejumlah $100 sebagai cadangan dan pinjaman. Misalnya cadangan $10 dan pinjaman $90. Cadangan ini adalah simpanan uang yang diterima oleh bank namun tidak untuk dipinjamkan, yang besarnya ditentukan oleh kebijakan bank tersebut dan bank sentral (reserve requirement). Pinjaman sejumlah $90 tersebut disalurkan bagi peminjam yang juga punya kewajiban untuk membayarnya kembali. Nah, kebangkrutan yang diduga melanda Century ini kemungkinan besar terjadi karena alokasi cadangan yang ditentukan oleh bank terlalu kecil. Dalam Principles of Economics, Mankiw, disebutkan bahwa kekacauan bank merupakan masalah yang biasanya dihadapi oleh bank-bank yang menjalankan sistem perbankan bercadangan-sebagian. Karena bank hanya mengalokasikan sebagian dari simpanan sebagai cadangan, bank tersebut tidak bisa memenuhi permintaan penarikan simpanan dari semua nasabah. Bahkan, bila bank berada pada kondisi yang benar-benar sehat atau aktiva bank lebih besar dari passivanya, bank tersebut tidak akan memiliki uang tunai yang cukup untuk mengembalikan semua simpanan yang ingin diambil oleh para pemiliknya. Ketika kekacauan terjadi, bank terpaksa menutup pintunya hingga sebagian pinjaman bank dibayarkan kepada bank atau hingga ada pemberi pinjaman terakhir, yaitu bank sentral, yang bersedia mengucurkan uang tunai untuk mengembalikan simpanan para pemilik yang hendak menariknya.

Sekarang, tarik napas dulu. Sudah jelaskah? Lumayan. Kemudian lanjut ke pertanyaan kedua, apa masalahnya? -__- Sewaktu di televisi sedang diputar rerun ILC bertema kasus Century, saya nanya ke Papa saya. Apa sih Pah masalahnya? Kata Papa saya, permasalahannya adalah keputusan atau kewenangan Menteri Keuangan dalam memberikan otorisasi kepada BI untuk bersedia mengucurkan dana talangan atas kebangkrutan Century. Lha apa maksudnya? Menteri Keuangan, menurut berita yang Papa saya baca, mengemukakan dalam rapat rahasia tanpa melibatkan Presiden, bahwa jika Century tidak dibantu maka perekonomian Indonesia akan kacau. Langsung saya menyahut, Bu Menteri pasti punya alasan. Dan langsung dibantah oleh Papa saya T.T. Alasan nggak logis itu! (Papa saya nada bicaranya marah-marah karena lulusan hukum). Zaman krisis moneter 1998, ketika kebijakan sanering dilakukan, kata Papa saya, bayangkan kita punya uang 1 juta, nilainya turun jadi 10 ribu! Papa mau beli susu Dancow dari 20 ribu jadi 100 ribu. Pinjam di bank, Alin tahu berapa bunganya? Dalam pikiranku sekitar 6%, tapi aku nggak jawab. 12%! Sampai Papa pinjam sana-sini untuk beli susu. Dengan kondisi krisis seperti itu, toh perekonomian Indonesia yang tampaknya kacau tetap bisa stabil. Lha dibandingkan dengan kondisi krisis ‘98 tersebut, apa Menteri Keuangan nggak terlalu berlebihan? Hmm, iya juga Pah, kataku dalam hati.

*artikel ini telah dipublikasikan di tautan http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/09/25/kasus-century-kekacauan-bank/ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar