Sabtu, 19 Januari 2013

Pencapaian Indonesia dalam Pemberantasan Korupsi

Reportase
Oleh: Alin Tamanna Rahmani

SEMINAR ANTI KORUPSI “MENUJU TERCIPTANYA ABDI NEGARA YANG BAIK DAN BERSIH, BEBAS DARI KORUPSI!”

Seminar Anti Korupsi yang digelar oleh BEM STAN dan SPEAK STAN (Spesialisasi Anti Korupsi STAN) pada hari Sabtu, 15 Desember 2012 ini merupakan bagian dari rangkaian acara SANY: Speak Anniversary 6th bertempat di gedung G Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dengan mengusung tema “Menuju terciptanya abdi negara yang baik dan bersih, bebas dari korupsi!” yang menghadirkan 2 orang pembicara, yaitu Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M, Ph.D sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM RI dan Wuryono Prakosa dari KPK RI. Peserta seminar adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, serta mahasiswa dari Forum Komunikasi Mahasiswa Kedinasan dengan moderator Bang Zega yang merupakan dosen terfavorit di STAN.

Kasus-kasus korupsi yang diberitakan di media massa sekarang merupakan kasus korupsi yang bisa dibilang tidak biasa, melainkan luar biasa. “Korupsi luar biasa, yang melibatkan orang-orang intelektual sebagai dalangnya inilah yang disebut sebagai corruption by design”, demikian dituturkan oleh Presiden Mahasiswa STAN dalam sambutannya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga independen yang mempunyai tugas dan fungsi pencegahan serta penindakan terkait korupsi di lingkungan hukum dan pemerintahan menyadari bahwasanya mental anti korupsi adalah senjata kita dalam memberantas korupsi itu sendiri. Wuryono Prakosa dari KPK RI menyatakan, korupsi terjadi karena tidak adanya integritas dalam diri individu. Jika dibandingkan dengan negara lain di Asia, Cina misalnya, yang dapat mencapai predikat negara maju dalam waktu yang relatif singkat (jika dibandingkan dengan Inggris dan Amerika Serikat), sangat serius dalam hal memberantas korupsi karena bangsa mereka memiliki integritas untuk memerangi sikap koruptif. Apakah bangsa kita juga mampu menjadi seperti halnya Cina, yaitu menjadi negara yang maju? Jawabannya, ya! Menurut sebuah riset, yang disampaikan oleh Wuryono, bahkan Indonesia mampu melampaui kemajuan (perekonomian) negara Jerman dan Inggris di tahun 2030 mendatang. Inilah mimpi kita akan sebuah negeri yang maju: terwujudnya keadilan sosial, keberlanjutan dukungan terhadap lingkungan, partisipasi politik, produktivitas ekonomi, dan kelestarian budaya. Untuk menggapai mimpi-mimpi masa depan itu, maka terdapat 4 aspek yang perlu kita benahi pada bangsa ini yakni integritas, infrastruktur, Indeks Pembangunan Manusia, dan industri kreatif.

Pencapaian Indonesia dalam Pemberantasan Korupsi

Dalam menggapai mimpi-mimpi besarnya, bangsa Indonesia tidak boleh bersikap pesimis. Walaupun kalangan pers semakin marak mengangkat isu-isu korupsi yang kian dipandang negatif, bukan berarti pemberitaan negatif di media tersebut mencerminkan keadaan negara kita yang terpuruk dan tak bangkit, atau diam di tempat dan tak bergerak. Denny Indrayana berujar bahwa demokrasi, yang diidentikkan dengan pers, adalah ramai retorika tanpa ada logika yang didukung data dan fakta. Dengan menelan mentah-mentah informasi dari media tanpa mencerna lewat logika, itulah ciri ketidak-dewasaan berdemokrasi. Dalam sudut pandangnya, Denny Indrayana melihat bahwa Indonesia justru mengalami perkembangan yang terus-menerus menuju ke arah sistem pemerintahan yang lebih baik. Ia mengungkapkan adanya 5 hal tentang pencapaian Indonesia, khususnya di bidang pemberantasan korupsi.

Pertama, sistem bernegara Indonesia yang lebih demokratis pasca ’98. Dengan demikian, Indonesia telah 14 tahun berdemokrasi dan wajar saja jika dalam masa-masa “remaja” ini demokrasi kita belum mencapai kematangan. Lalu, mengapa menuju kematangan berdemokrasi itu penting? Karena sejatinya sistem koruptif muncul akibat sistem pemerintahan yang otoriter, sehingga dengan menganut sistem demokrasi, yang meniadakan adanya kewenangan/kekuasaan mutlak serta bersifat terbuka, dapat disimpulkan bahwa sistem demokrasi hakikatnya lebih bebas dari korupsi. Sebagaimana dikemukakan oleh Robert Klitgaard (2002) bahwa rumus terjadinya korupsi adalah Corruption (C) = Monopoly (M) + Discretion (D) – Accountability (A) yang berarti korupsi dapat terjadi jika adanya kekuasaan monopoli yang dipegang oleh seseorang dan orang tersebut memiliki kemerdekaan bertindak atau wewenang yang berlebihan, namun tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas. Dengan menganut sistem demokrasi yang terbuka dan tanpa adanya kekuasaan mutlak pemerintah, sesungguhnya menandakan bahwa negara tersebut memiliki tujuan untuk memerangi korupsi.

Pencapaian Indonesia selanjutnya dalam pemberantasan korupsi ialah, regulasi terkait anti korupsi sudah lebih baik. Sampai saat ini telah diterbitkan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dan lain-lain. Bahkan yang terbaru ada peraturan yang mengatur tentang SDM (termasuk penyidik POLRI) di KPK. Ketiga, institusi anti korupsi semakin dikembangkan lebih baik. Saat ini ada 6 lembaga yang menangani kasus korupsi di wilayah hukum dan pemerintahan yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pengadilan Tipikor, Mahkamah Konstitusi , Komisi Yudisial, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Yang keempat, yaitu saat ini pers sudah lebih bebas. Media dapat dengan leluasa memberitakan kepada publik dan mengungkap kasus korupsi di wilayah hukum dan pemerintahan tanpa rasa takut. Tidak seperti zaman pemerintahan orde baru yang melarang dan memboikot pemberitaan yang dapat menjatuhkan pemerintah, saat ini semuanya serba terbuka dan tidak ada yang ditutup-tutupi. Dan yang kelima, pencapaian Indonesia dalam pemberantasan korupsi ialah semakin tingginya partisipasi publik sebagai implikasi dari kebebasan pers.

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari adanya 5 hal pencapaian tersebut adalah, yang pertama bahwa untuk mencapai kematangan atau kedewasaan berdemokrasi diperlukan sikap kritis dan logis. Sikap kritis dan logis dapat membangun optimisme kita dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Sikap optimis untuk terus-menerus bergerak menuju ke arah yang lebih baik, yang dapat diimplementasikan dengan terus meningkatkan kinerja KPK dan membuat peraturan-peraturan yang diperlukan terkait korupsi. Sebuah analogi menarik tentang “menangkap koruptor bagaikan menangkap ikan” yang diungkapkan oleh Denny Indrayana, bahwa regulasi adalah jala, KPK adalah kapalnya, sementara koruptor adalah ikan-ikannya. Semakin kuat jala, semakin cepat kapalnya, maka semakin banyak ikan yang dapat dijala. Begitu pun semakin ketat regulasi, semakin cepat KPK bekerja, maka semakin banyak pula koruptor yang dapat ditangkap. Dan dengan sikap logis kita, membangun optimisme bahwa Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) Indonesia akan terus bergerak menuju angka yang lebih baik. Karena kenyataannya, Indonesia mengalami kenaikan IPK setiap tahun, walaupun hanya ‘nol koma ‘ yang masih jauh dari harapan.

Yang kedua, dalam menanggapi kebebasan pers kita mesti belajar melihat pemberitaan secara objektif. Implementasinya yakni kita tidak bisa mengandalkan suatu pemberitaan yang dipublikasikan oleh berbagai macam media. Maksudnya, bahwa kita perlu memilih satu informasi mana yang kira-kira isinya tidak berpihak pada media manapun, ini yang disebut objektif. Denny Indrayana menyebutkan ada 2 prinsip dalam kebebasan pers, yaitu keberagaman dalam memilih media, dan keberagaman dalam memilih isi.

Langkah-langkah Mengatasi Korupsi

Disampaikan oleh Denny Indrayana, menurut Bapak Presiden Republik Indonesia ada 4 aspek /pos korupsi yang harus diberantas, antara lain di bidang:

(1)    Pengadaan Barang dan Jasa;
(2)    Anggaran (APBN/D);
(3)    Perizinan;
(4)    Perpajakan.
Oleh karena itu diperlukan adanya langkah-langkah dalam mengatasi korupsi, yaitu:
(1)    Pembuktian terbalik
(2)    Perampasan asset koruptor
(3)    Keterbukaan informasi sebagai cerminan dari demokrasi
(4)    Perlindungan saksi dan korban
(5)    Melakukan investigasi modern, misalnya dengan penyadapan
(6)    Regulasi, misalnya ketentuan tentang cash payment, dan single identity number (KTP)

Memberantas korupsi bukanlah hal yang instan dan mudah, diperlukan waktu serta tenaga yang banyak, melalui partisipasi seluruh masyarakat dan pemerintah. Namun kita harus tetap optimis dan terus bergerak. Denny Indrayana mengatakan “untuk maju ke depan kita harus membersihkan yang di belakang”. Wuryono Prakosa (KPK) mengutip kalimat berikut sebagai penutup dalam penyampaian materinya:

Satu kata terindah, “Maaf”
Dua kata terindah, “Terima kasih”
Tiga kata terindah, “Negeriku dalam kesulitan”
Empat kata terindah, “Negeriku sulit untuk berubah”
Lima kata terindah, “Negeriku butuh aku untuk berubah”

*Catatan: artikel ini telah diunggah ke http://hukum.kompasiana.com/2012/12/15/pencapaian-indonesia-dalam-pemberantasan-korupsi-516403.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar